Menulis Kembali Cerita Dongeng

Menulis cerita dongeng - Pada pembahasan materi bahasa Indonesia kali ini akan membahas mengenai cara menulis kembali cerita dongeng sesuai dengan tema yang diangkat dan pokok-pokok utamanya, adapun tujuan dari pembelajaran ini adalah agar nantinya sobat akan dapat menjelaskan isi dongeng dan menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan singkat berikut ini!

Menulis Kembali Cerita Dongeng Dengan Bahasa yang Menarik

Pembelajaran mengenai dongeng pernah kita lakukan dalam beberapa pertemuan sebelumnya. Menarik, bukan? Tentu kini kalian telah memiliki pengalaman belajar berkenaan dengan dongeng. Apakah kalian dapat menuliskan kembali dongeng yang pernah kalian baca atau kalian dengar?

Dalam menulis kembali cerita dongeng yang dibaca atau didengar, kalian perlu memerhatikan langkah-langkah berikut:
  • Membaca cerita dengan cermat dan teliti.
  • Memahami isi cerita secara utuh dan menyeluruh.
  • Memerhatikan urutan cerita serta unsur-unsur intrinsik cerita.
  • Menulis kembali cerita dengan memerhatikan keutuhan dan kepaduan cerita, pemilihan kata yang tepat, serta penggunaan bahasa yang komunikatif dan menarik.
Adapun beberapa hal yang perlu kalian perhatikan dalam menuliskan kembali dongeng antara lain berikut.
  1. Inti dari dongeng harus tercakup secara keseluruhan.
  2. Urutan cerita harus disajikan secara urut dan padu.
  3. Tidak menghilangkan bagian penting dari dongeng, sehingga dongeng tetap utuh.
  4. Penggunaan pilihan kata yang menarik dan kalimat efektif.
    Menulis Kembali Cerita Dongeng
    Menulis Kembali Cerita Dongeng
Simaklah cerita “Sawunggaling” dengan cermat dan saksama!Sawunggaling
(Cerita Rakyat Surabaya)
Jaka Berek baru saja pulang dari bermain dengan teman-temannya. Hatinya marah, penasaran bukan kepalang karena teman-temannya selalu mengejek bahwa dia tak punya ayah yang sah alias anak haram.

Sampai di rumahnya, Jaka Berek segera menjumpai ibunya. Saat itu, ibunya tengah berkumpul dengan kakek dan neneknya. “Biyung (ibu), aku tak tahan lagi,” ujar Jaka Berek.

“Ada apa, Anakku? Kenapa wajahmu cemberut begitu?” tanya ibu Jaka Berek–Dewi Sangkrah.

“Biyung harus menjelaskan, siapakah sebenarnya ayahku? Kalau sudah mati, di mana kuburnya biar aku mengirim doa di pusarannya, dan jika masih hidup, sudilah ibu menunjukkan tempatnya kepadaku!” rengek Jaka Berek kepada ibunya. Hati Dewi Sangkrah berdebar, ibu Jaka Berek sudah menduga hal ini akan terjadi. Suatu saat setelah dewasa, Jaka Berek, anaknya, pasti akan menanyakan siapa ayahnya. Tak bisa tidak, dia harus menjawabnya dengan gamblang.

“Anakku, Jaka Berek. Karena kamu sudah dewasa, sudah sepatutnya kamu bertanya tentang ayahmu. Ketahuilah anakku, ayahmu adalah seorang adipati di Kadipaten Surabaya. Namanya Adipati Jayengrana. Bila kamu ingin bertemu dengannya, datanglah ke sana.”

Dengan berbekal seadanya, Jaka Berek berangkat ke Kadipaten Surabaya untuk menjumpai ayahnya. Ketika hendak memasuki pintu gapura kadipaten, Jaka Berek dicegat oleh seorang prajurit yang sedang berjaga. “Berhenti, kamu!” Teriak prajurit itu. “Mau apa kamu berani datang ke Kadipaten ini?”

“Saya ingin bertemu dengan sang Adipati!” kata Jaka Berek dengan lugu, wajahnya polos sebagaimana kebanyakan pemuda desa.

“Anak muda, ketahuilah, aku adalah prajurit yang sedang berjaga. kamu tidak boleh masuk ke Kadipaten. Kamu harus pergi dari sini sebelum kuusir!” bentak prajurit itu. “Aku tak mau pergi sebelum bertemu dengan Adipati Surabaya yang bernama Adipati Jayengrana,” jawab Jaka Berek.

Prajurit penjaga pintu gerbang itu jengkel melihat Jaka Berek yang tak mau pergi dari kadipaten. Maka, dia segera menyerang Jaka Berek agar Jaka Berek pergi. Tetapi Jaka Berek bukannya pergi, malah melawan dengan berani. Untunglah perkelahian itu diketahui oleh kedua orang putra Adipati Jayengrana yang bernama Sawungsari dan Sawungrana. Oleh mereka, perkelahian itu dilerai. Prajurit yang berkelahi dengan Jaka Berek segera ditanya.

“Maaf, Pangeran. Pemuda ini hendak memaksa masuk Kadipaten. Saya halang-halangi, tetapi dia malah melawan,” lapor prajurit itu.

Mendengar laporan dari prajuritnya, kedua anak Adipati Jayengrana itu pun segera bertanya kepada Jaka Berek. “Maaf, siapakah Saudara dan ada keperluan apa hendak memaksa masuk Kadipaten?” tanya Sawunggrana.

“Aku hendak menghadap Adipati Jayengrana. Ada yang ingin kusampaikan kepada beliau.”

“Tak ada orang luar yang boleh menemui ayahku. Sebaiknya kamu pulang saja atau aku yang memaksamu pulang?” kata Sawungsari.

“Aku tetap pada pendirianku, mau menemui Adipati Jayengrana!” tegas Jaka Berek. Melihat kenekatan Jaka Berek, kedua putra Adipati Jayengrana itu pun segera mengeroyok Jaka Berek. Dengan tangkas, Jaka Berek melayani Sawungrana dan Sawungsari. Belum lama perkelahian itu berlangsung, Adipati Jayengrana melihatnya. Adipati Surabaya itu pun segera menghampiri mereka yang sedang berkelahi.

“Hei, hentikan perkelahian ini!” teriaknya. Setelah perkelahian berhenti, Adipati Jayengrana segera menanyakan hal ihwal terjadinya perkelahian itu. Kedua putranya menjelaskan secara terperinci. “Kamu yang bernama Jaka Berek yang mau menemuiku. Sekarang katakan, ada apa perlumu?”

“Hamba hanya ingin mencari ayah hamba yang menjadi Adipati di sini, namanya Adipati Jayengrana. Kalau memang Tuan orangnya, tentu Tuanlah ayah hamba!” “Nanti dulu. Siapa nama ibumu dan apa buktinya kalau kamu anakku?”

“Hamba adalah putra dari Biyung Dewi Sangkrah. Sebagai bukti bahwa hamba memang anak Dewi Sangkrah, ibu memberi hamba sebuah Selendang Cinde Puspita ini!” Jaka Berek mengeluarkan Selendang Cinde Puspita dari bungkusan yang dibawanya. Ternyata benar, selendang itu adalah
Selendang Cinde Puspita yang dulu oleh Adipati Jayengrana diberikan kepada Dewi Sangkrah yang dicintainya.

“Kalau begitu kamu memang anakku!” Adipati Jayengrana memeluk Jaka Berek. Demikian pula Jaka Berek. Dia memeluk erat ayahnya yang telah lama tak dijumpainya. Kemudian Jaka Berek diperkenalkan kepada saudaranya, Sawungrana dan Sawungsari. Jaka Berek disuruh tinggal di kadipaten dan namanya diubah menjadi Sawunggaling.
(Sumber: Buku Pintar Mendongeng Se-Nusantara, 2003)

Contoh penceritaan kembali dari cerita di atas adalah berikut. 
Alkisah di daerah Jawa Timur diceritakan hiduplah seorang anak yang bernama Jaka Berek. Ia hidup bersama ibu dan neneknya. Jaka Berek tidak pernah mengenal siapa ayahnya. Oleh karena itu, dalam pergaulannya dengan teman sepermainannya, ia selalu diejek.

Pada suatu hari, karena ia sudah terlalu risih dengan ejekan teman-temannya, Jaka Berek bertekad untuk mencari ayahnya. Kemudian ia menceritakan hal tersebut kepada ibunya. Pada awalnya sang ibu melarang, tapi akhirnya karena luluh ia merestui keinginan anaknya tersebut. Ibu Jaka Berek memberikan arahan dan petunjuk kepada Jaka Berek mengenai perihal ayahnya.


Setelah mendapatkan restu dan petunjuk ibunya, Jaka Berek berangkat ke kadipaten. Halangan demi halangan menimpa Jaka Berek dalam upaya menemukan ayahnya. Namun, karena kekuatan tekadnya, akhirnya dia dapat menemukan ayahnya yang tidak lain adalah Raja Kadipaten Surabaya, yaitu Adipati Jayengrana.


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menuliskan kembali dongeng antara lain inti sari dongeng harus tercakup secara keseluruhan; cerita disajikan secara urut dan padu; tidak menghilangkan bagian penting dari dongeng; serta menggunakan pilihan kata yang menarik dan kalimat efektif yang tepat. Adapun langkah-langkah menulis kembali cerita dongeng adalah membaca cerita dengan cermat dan teliti; memahami isi cerita secara utuh dan menyeluruh; memerhatikan urutan cerita dan unsur-unsur intrinsiknya; serta menceritakan kembali cerita dongeng dengan baik.

Sekian pembahasan mengenai Menulis Kembali Cerita Dongeng beserta contoh dongeng dan contoh menceritakan kembali cerita tersebut dengan memakai kalimat sendiri, semoga kini kalian lebih mengerti, jika bukan artikel ini yang sobat cari, mungkin materi dibawah ini dapat menjawabnya, selamat belajar!