Bercerita Tanpa Teks dengan Unsur-unsur Penceritaan Lisan

Bercerita tanpa menggunakan teks dengan urutan yang baik, serta suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat -Pada pembahasan materi bahasa Indonesia kali ini mengenai cara bercerita tanpa memakai teks dengan baik dan benar, agar nantinya kalian akan dapat menyampaikan suatu cerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan berikut ini!

Menceritakan Petikan Cerita Tanpa Memakai Teks dengan Unsur-unsur Penceritaan Lisan

Bercerita merupakan kegiatan menyampaikan suatu cerita kepada orang lain. Saat bercerita, pendengar diharapkan dapat menangkap dan memahami isi cerita yang disampaikan. Dalam bercerita, isi cerita harus disampaikan secara utuh dengan urutan cerita yang baik. Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bercerita, di antaranya penggunaan lafal, intonasi, gestur, dan mimik. Ini bertujuan agar pendengar dapat memahami isi serta tertarik dengan cerita yang disampaikan.

1. Keutuhan dan urutan cerita

Keutuhan cerita yaitu penyampaian cerita secara lengkap yang meliputi prolog, tokoh, konflik, amanat, latar, serta akhir cerita. Adapun urutan cerita yaitu penyampaian isi cerita sesuai urutan waktu, dari prolog hingga akhir cerita. Urutan cerita berkaitan dengan plot atau alur.

Alur atau jalan cerita yang baik harus disampaikan secara jelas dan runtut. Misalnya bagaimana kisah itu diawali, kemudian muncul konflik antartokoh, sampai dengan proses penyelesaian konflik yang membawa ending atau akhir cerita.

Malin Kundang, Bercerita Tanpa Teks dengan Unsur-unsur Penceritaan Lisan
Malin Kundang, Bercerita Tanpa Teks dengan Unsur-unsur Penceritaan Lisan

2. Suara

Dalam bercerita, usahakan volume suara dapat menjangkau seluruh pendengar dan tetap terjaga dari awal sampai akhir. Selain menjaga konsistensi volume suara, perlu juga diperhatikan warna suara. Misalnya membedakan suara antara tokoh yang satu dengan tokoh lainnya yang memiliki perbedaan karakter watak yang tegas. Selain itu, juga membedakan suara saat berposisi sebagai narator dan saat menyuarakan tokoh.

3. Lafal

Lafal berkaitan dengan artikulasi atau kejelasan pengucapan kata. Setiap kata memiliki lafal yang berbeda dengan muatan makna yang berbeda pula. Gunakan lafal yang jelas saat bercerita. Lafal yang tidak jelas dapat menimbulkan tanggapan yang berbeda bagi pendengar.

4. Intonasi

Intonasi berkaitan dengan nada, penekanan ucapan, serta penjedaan dalam suatu kalimat. Penggunaan intonasi yang tepat sangat memengaruhi pemaknaan kalimat yang diucapkan. Dapat saja terjadi bahwa satu kalimat yang sama jika diucapkan dengan intonasi yang berbeda dapat menimbulkan makna yang berbeda pula.

Perhatikan contoh penjedaan berikut!
a. Musang // makan belalang mati.
Artinya: Musang makan belalang yang sudah mati.
b. Musang makan // belalang mati.
Artinya: Saat musang makan, belalang mati.
c. Musang makan belalang // mati.
Artinya: Musang makan belalang lalu mati.

Selain penjedaan, intonasi dalam bercerita harus sesuai dengan suasana yang dikisahkan atau peristiwanya. Misalnya, saat menceritakan suatu keributan harus dengan nada yang tinggi dan cepat atau saat menceritakan suasana sedih dengan nada sendu dan lambat. Perlu kalian ingat bahwa nada cerita yang monoton dan tidak bervariasi akan menjadikan jemu bagi pendengar.

5. Gestur

Gestur berkaitan dengan ekspresi dan gerak tubuh saat bercerita. Gestur meliputi seluruh anggota tubuh dari kepala, tangan, sampai kaki. Penggunaan gestur yang bagus dalam bercerita akan sangat memengaruhi kemenarikan sebuah penceritaan. Misalnya, saat menceritakan tokoh yang ketakutan dan meminta ampun atas sebuah hukuman disertai gerakan bersimpuh dengan tangan menengadah ataupun dengan tubuh menggigil.

6. Mimik

Mimik berarti roman atau bentuk raut wajah. Mimik dalam bercerita berkaitan dengan ekspresi wajah saat menyampaikan suatu peristiwa, suasana, atau dialog dalam cerita. Misalnya, saat menirukan dialog tokoh yang marah dengan wajah yang berkerut dan mata melotot atau saat menirukan tokoh yang sedang bergembira dengan wajah ceria dan tersenyum.

7. Kebahasaan

Kebahasaan berkaitan dengan penggunaan kalimat yang efektif, pemilihan diksi atau pilihan kata, kesantunan bahasa, serta komunikatif.

Seorang pencerita yang baik dapat menjadikan pendengar terbawa dalam suasana cerita yang disampaikan. Dapatkah kalian menjadi seorang pencerita yang andal? Berlatihlah untuk menjadi pencerita yang andal. Ini dikarenakan menjadi pencerita yang andal dapat memberikan banyak keuntungan bagi kalian. Seperti yang dilakukan oleh tukang cerita-tukang cerita di televisi atau radio.

Selain mereka dapat menghibur orang lain, mereka juga mendapatkan imbalan uang. Guna memahami materi ini lebih lanjut, perhatikan petikan cerita berikut beserta uraiannya sebagai bahan pembelajaran kalian.

Contoh petikan cerita!
Malin Kundang
Hari-hari terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore, Mande Rubayah memandang ke laut. Ia bertanya-tanya dalam hati, sampai di manakah anaknya kini? Jika ada ombak dan badai besar menghempas ke pantai, dadanya berdebar-debar. Ia menengadahkan kedua tangannya ke atas sembari berdoa agar anaknya selamat dalam pelayaran. Jika ada kapal yang datang merapat, ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya. Tetapi semua awak kapal atau nakhoda tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan.

Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan apa pun kepada ibunya. Itulah yang dilakukan Mande Rubayah setiap hari selama bertahun-tahun. Tubuhnya makin tua dimakan usia.

“Ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang ...?” rintih Mande Rubayah setiap malam. Setelah berbulan-bulan semenjak ia menerima kabar, Malin belum juga datang menengoknya. Namun, ia yakin bahwa pada suatu saat Malin pasti akan kembali. Harapannya terkabul. Pada suatu hari yang cerah, dari kejauhan tampak sebuah kapal yang indah berlayar menuju pantai. Kapal itu megah dan bertingkat-tingkat. Orang kampung mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.

Ketika kapal itu mulai merapat, tampak sepasang muda-mudi di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum. Mereka tampak bahagia karena disambut dengan meriah.

Mande Rubayah ikut berdesakan melihat dan mendekati kapal. Jantungnya berdebaran keras. Dia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anak kesayangannya – si Malin Kundang.

Belum lagi tetua desa setempat menyambut, ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. Ia langsung memeluk Malin erat-erat seolah takut kehilangan anaknya lagi. “Malin, anakku,” katanya menahan isak tangis karena gembira. “Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?”

Malin terpana karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang-camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Seingat Malin, ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar yang kuat menggendongnya ke mana saja. Sebelum ia sempat berpikir dengan tenang, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, “Cuih! Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membohongi aku?”

Mendengar kata-kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir. Mande Rubayah hampir tidak percaya pada perlakuan anaknya. Ia jatuh terduduk sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak!”

Malin Kundang tidak menghiraukan perkataan ibunya. Pikirannya kacau karena ucapan istrinya. Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. Ia malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, “Hai, Perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil!”

Wanita tua itu terkapar di pasir. Orang banyak terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Tak disangka Malin yang dulu sangat disayangi tega berbuat demikian. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Di laut dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Hatinya perih seperti ditusuk-tusuk. Tangannya ditengadahkan ke langit. Ia kemudian berseru dengan hatinya yang pilu, “Ya Allah Yang Mahakuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan-Mu, ya Tuhan ...!”
(Sumber: Buku Pintar Mendongeng Se-Nusantara, 2003)

Berdasarkan petikan cerita di atas, contoh penggunaan unsur-unsur penceritaan adalah berikut.
  • Penggunaan intonasi yang bernada sedih dan lambat dengan ekspresi mimik yang sendu dapat digunakan saat menceritakan suasana pada paragraf satu hingga awal paragraf dua.
  • Penggunaan intonasi yang bernada haru dan gembira dengan ekspresi ceria tapi haru atau tangis kegembiraan dapat digunakan saat menceritakan suasana pada paragraf dua pertengahan hingga paragraf enam.
  • Penggunaan intonasi yang bernada angkuh dan marah dengan ekspresi mimik yang congkak dan pongah dapat digunakan saat menceritakan suasana paragraf tujuh hingga paragraf sembilan.
  • Penggunaan intonasi yang bernada kesedihan mendalam, merintih, dan kekecewaan dengan ekspresi mimik yang sangat sedih dapat digunakan saat menceritakan suasana pada paragraf terakhir. Intonasi dan ekspresi dari suasana tersebut dapat disertai dengan gestur bentuk ratapan sedih dan kekecewaan.
Dalam bercerita harus memerhatikan keutuhan dan urutan cerita. Selain itu, juga perlu memerhatikan lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Agar cerita mudah dipahami, maka perlu menggunakan kalimat yang efektif, pemilihan diksi atau pilihan kata yang tepat, kesantunan bahasa, serta bahasa yang komunikatif.

Sekian pembahasan mengenai Bercerita Tanpa Teks dengan Unsur-unsur Penceritaan Lisan semoga dapat membantu sobat dalam proses lebih memahami materi teknik bercerita, jika bukan artikel ini yang sobat cari, mungkin materi dibawah ini dapat menjawabnya, selamat belajar!